Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Poliandri, Ketika Wanita Memiliki Banyak Suami

Poliandri adalah salah satu praktik pernikahan yang mana seorang perempuan memiliki lebih dari satu suami. Bentuk pernikahan ini diperkirakan hanya ada kurang dari 1 persen di seluruh dunia dan terbatas pada wilayah tertentu seperti di Himalaya, Nayar Selatan India, masyarakat Eskimo dan beberapa Indian Amerika Utara.

Dalam artikel kali ini, Lazytekno akan menampilkan poliandri sebagai sebuah fakta dan kenyataan, bahkan budaya yang sudah terintegrasi dengan suku dan bagian masyarakat tertentu di dunia ini.

Resiko Poliandri

pengertian poliandri
kehidupan poliandri

Apa anda tahu makna poligami? Selama ini masyarakat lebih banyak mengenal laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu (poligami). Tapi ada juga bentuk pernikahan yang mana perempuan memiliki suami lebih dari satu (poliandri), tapi poliandri ini memiliki beberapa risiko.

Umumnya praktik poliandri ini terjadi pada daerah tertentu yang mana terdapat kelangkangan perempuan, sehingga seringkali seseorang pria berbagi istri dengan saudara lainnya. Pada daerah tertentu tradisi ini terjadi secara turun temurun bahkan hingga ke anak-anaknya. Baca juga tips menjaga hubungan LDR agar tetap langgeng.

Bila poligami dapat meningkatkan usia seorang pria sebanyak dua belas persen. Maka poliandri juag dapat membeikan efek positif bagi perempuan yanitu akan memperbesar peluang hamil, karena banyaknya sperma yang masuk sehingga dapat meningkatkan keberhasilan dalam proses pembuahan sel telur.

Tapi poliandri lebih sering menimbulkan masalah mengenai status anak dan pernikahannya. Ini karena ada kemungkinan, sekecil apapun itu terjadi aktivitas gangbang, yaitu bercinta dengan banyak orang. Risiko yang mungkin timbul akibat praktik poliandri ini seperti dikutip dari Brighthub.com, yaitu:

1. Kebingungan menentukan orang tua biologis

Kurangnya kepastian mengenai keturunan yang dihasilkan.Ketidaktahuan menentukan ayah biologis dari anak yang dilahirkan sangat tinggi akibat bentuk pernikahan poliandri. Hal ini bisa memicu atau membuat masalah dalam kehidupan rumah tangganya.

2. Jumlah penduduk menurun.

Menurunkan angka kelahiran dan juga jumlah orangtua. Karena hanya satu perempuan yang terlibat dalam beberapa pernikahan, maka jumlah anak yang dihasilkan dalam sebuah pernikahan akan sedikit.

3. Rawan perceraian. 

Tingkat kegagalan pada bentuk pernikahan ini lebih tinggi, karenanya pasangan yang melakukan poliandri sangat rentan mengalami perceraian atau juga perselingkuhan.

Budaya Poliandri di Berbagai Belahan Dunia

Sebenarnya tidak cocok jika disebut sebagai masyarakat penganut poliandri, namun pada faktanya di beberapa tempat berikut, banyak terjadi kasus poligami yang cukup banyak.

Poliandri di Himalaya

Sebuah perkampungan di Upper Dolpa, Himalaya juga masih menjalankan praktik poliandri. Pernikahan poliandri di daerah ini dilakukan agar harta atau tanah keluarga tidak terbagi ke beberapa anggota keluarga karena kebanyakan orang di kawasan tersebut memang merupakan penduduk miskin. Karena itu seorang wanita akan menikah dengan seorang pria beserta saudara laki-laki si pria. Dengan begitu, harta dan tanah keluarga tidak perlu dipecah atau dibagi ke beberapa saudara.

Salah satu pelaku poliandri ini adalah Tashi Sangmo yang saat menikah baru berusia 17 tahun. Ketika ia menikah dengan suaminya, Mingmar Lama, pria tersebut masih berusia 14 tahun dan kedua belah pihak sepakat bahwa adik Mingmar Lama juga akan menikah dengan Tashi Sangmo. Dalam rumah tangga mereka, lahir tiga anak laki-laki.

Pernikahan di kawasan ini biasanya diatur oleh keluarga. Keluarga akan memilih istri untuk anak lelaki tertua dan nantinya adik-adik si pria juga akan menikahi perempuan yang sama di kemudian hari. Bahkan tidak jarang si istri akan membantu merawat adik-adik suaminya yang masih kecil yang juga merupakan calon suaminya juga. Namun hubungan seksual baru dilakukan ketika para lelaki tersebut sudah dianggap cukup umur.

Poliandri di India

Di India, poliandri biasanya dilakukan karena terpengaruh tradisi Hindu kuno yang diduga muncul dari kisah Mahabharata. Dalam kisah ini, Drupadi, putri Raja Pancha menikah dengan Pandawa yang merupakan lima bersaudara. Sama seperti di Himalaya, praktik ini juga dilakukan di India agar kekayaan keluarga tidak terpencar. Meski begitu, di era modern, tinggal sedikit saja orang di India yang masih melakukan pernikahan poliandri.

Seorang wanita di India, Rajo Verma memiliki 5 orang suami dan tinggal bersama dalam sebuah rumah sederhana di desa Dehradun, India Utara. Tradisi desa tersebut mengharuskan seorang wanita menikah dengan semua saudara laki-laki suaminya.

Meski ganjil, Rajo mengaku bahwa ia mencintai kelima suaminya. Ia juga merasa merasa mendapat perhatian yang lebih banyak dibandingkan para istri pada umumnya yang memiliki satu suami saja.
Rajo menikah saat berusia 18 tahun dengan Guddu sesuai tradisi Hindu. Setelah itu, barulah ia menikah dengan saudara Guddu yang lain yaitu Baiju, Sant Ram, Gopal dan Dinesh.

Poliandri di Masyarakat Suku Maasai

Suku Maasai adalah kelompok etnis Nilotic yang tinggal di selatan Kenya dan utara Tanzania. Pemerintah Tanzania dan Kenya berusaha mendorong orang-orang Maasai untuk meninggalkan gaya hidup semi berpindah-pindah tempat yang mereka lakukan, tapi mereka tetap melakukan budaya turun temurun mereka ini, termasuk untuk urusan pernikahan.

Secara tradisional, orang-orang Maasai menganut poligini, yaitu ketika menikah dengan beberapa wanita sekaligus. Hal ini merupakan cara untuk tetap bertahan hidup karena tingginya tingkat kematian bayi dan para tentara suku ini. Meski begitu, mereka juga melakukan praktik poliandri. Dalam praktiknya, wanita Maasai tidak hanya menikah dengan suaminya saja, tapi juga dengan semua pria yang seusia dengannya.

Para pria diharapkan meminjamkan tempat tidurnya untuk tamu yang berkunjung yang ingin berhubungan badan dengan istrinya. Meski begitu, wanita bisa memutuskan apakah ia mau atau tidak berhubungan badan dengan pria yang berkunjung tersebut. Anak yang terlahir dari hubungan tersebut akan menjadi anak dari si suami. Mereka juga mengenal perceraian yang disebut dengan ‘Kitala’. Perceraian ini biasanya terjadi karena perlakuan yang tidak baik kepada sang istri.

Poliandri di Tibet

Komunitas Nymba di Tibet juga melakukan poliandri sama seperti yang terjadi di India. Di sini, seorang wanita menikah dengan seorang pria beserta para saudaranya. Biasanya, pernikahan diatur oleh para orang tua dan seringkali ketika mereka masih sangat muda. Saudara tertua adalah sosok dominan dalam rumah tangga, meski begitu para saudaranya tetap harus berbagi pekerjaan sama rata serta memiliki hak untuk berhubungan seksual dengan istri berbagi mereka. Sang istri juga harus memperlakukan para suaminya secara adil.

Semua anak-anak yang terlahir juga harus diperlakukan dengan sama dan seorang ayah tidak boleh pilih kasih meskipun ia tahu yang mana anak biologisnya karena status paternal biologis tidak dianggap penting. Sama halnya dangan sang anak, mereka juga menganggap semua pamannya sebagai ayah dan memperlakukan mereka semua dengan sama meskipun ia tahu siapa ayah biologisnya.

Tidak ada kecemburuan meskipun harus berbagai istri. Hal ini karena bagi mereka, jika salah seorang suami merasa cemburu, yang perlu ia lakukan hanya pergi meninggalkan istri dan menikahi orang lain.

Bagi masyarakat Tibet, poliandri adalah cara untuk menjaga keluarga tetap bersatu terhadap kehidupan yang keras. Dengan adanya banyak laki-laki, masa kuat rumah tangga juga akan menjadi lebih kuat.
Meskipun bagi sebagian besar orang praktik ini dianggap tabu atau tidak wajar, banyak juga yang memandang praktik ini sebagai usaha menjaga keberlangsungan hidup. Selain pertimbangan masalah ekonomi, ada juga faktor keamanan untuk para perempuan sehingga masih ada yang menjaga mereka setelah satu orang suami telah meninggal.

Poliandri Di Indonesia

Kamariyah, seorang istri di Madura memutuskan menikah lagi setelah suaminya Hairul melakukan poligami. Sebenarnya, saat sang suami memutuskan menikah lagi, Kamariyah sudah mengajukan gugatan cerai.

Namun, saat pengajuan cerainya masih tahap proses, ia sudah menikah lagi dengan Sugianto. Karena tindakan tersebut pun membuat Hairul menuding jika istrinya melakukan poliandri yang dilarang oleh negara dan juga agama Islam sendiri. Karena tindakan tersebut, Kamariyah pun akhirnya dilaporkan pada pihak berwajib untuk diadili.

Sekali lagi, tidak bermaksud mendukung praktik poligami, tapi poliandri ini memang sangat nyeleneh dan tidak masuk akal. Kalau kita pikir lebih dalam, poliandri sangat berlawanan dengan naluri. Tak hanya di sisi pria maupun wanita. Bahkan, maaf, hewan saja tidak demikian. Mungkin para betina berganti-ganti jantan, tapi dalam satu waktu mereka hanya punya satu pasangan saja.

Demikianlah artikel tentang seluk beluk poliandri di lihat dari berbagai sudut pandang, khususnya budaya. Apapun yang terjadi, mari bijak untuk menyikapinya dan tetap menghargai keputusan dari masing-masing individu.

Posting Komentar untuk "Poliandri, Ketika Wanita Memiliki Banyak Suami"